(Meminjam istilah dalam kolom kompas untuk coretan Goenawan Muhammad)

Mencintai buku bukanlah hal mudah bagi sebagian besar orang, begitupun dengan saya. Dulu ketika masih kanak-kanak buku seperti hal asing bagi saya. Membaca adalah kegiatan yang membosankan. Namun semua berubah ketika ibu saya membawakan beberapa buku dari perpustakaan sekolahnya yang notabene ibu adalah seorang guru sekolah dasar didaerah terpencil.
Awalnya buku yang dibawakan ibu sama sekali tidak menggugah minat baca saya terhadap buku. Ibu pernah berkomentar, sebenarnya saya adalah memiliki bakat tuk menjadi seorang kutu buku karena saya sudah memiliki kemampuan membaca sejak duduk dibangku TK. Namun setajam-tajamnya golok kalau tidak diasah secara rutin akan berkarat juga. Oleh karena itu ibu selalu membawakan buku-buku itu setiap hari ke rumah, terserah mau dibaca atau ndak, ibu ndak pernah menyerah tuk terus membawakan buku-buku itu kerumah.
Hingga akhirnya usaha ibu menemukan hasil, sesekali buku-buku itu mulai kubuka sejalan dengan aktivitas bermainku diluar rumah yang mulai membosankan. Dan pelajaran sekolah yang mulai membuatku jenuh. Intinya pertama kali kumengenal buku, kuanggap membaca buku atau literature hanyalah pengisi waktu luang tanpa kuketahui makna dan manfaat sesungguhnya yang bisa kudapat dari sebuah buku. Buku hanyalah waktu senggang, waktu sisa dari kegiatan bermainku.
Bisa ditebak apa buku pertama yang kuhabiskan? Untuk ukuran seoarng anak SD kelas 1 anda bisa bayangkan buku-buku yang say abaca kan? Ibu selalu membawakan saya buku-buku seperti yang anda bayangkan. Sikancil, cerita dora, petualangan Mohican, namun yang berhasil saya tammatkan membacanya waktu itu adalah, kisah 1001 malam jilid pertama. Dimana masih banyak cerita abu nawas didalamnya. Kala itu cerita abunawas sangat membuat saya tertarik hingga saya selalu membayangkan bagaimana dia bisa melakukannya. Buku pertama yang berhasil saya tammatkan adalah kisah 1001 malam. Untuk ukuran anak SD kelas 1 itu tidak lazim. Namun kala itu saya memang anak yang agak kurang lazim diantara teman sepermainan yang sebaya. Saya kurang pergaulan dan cenderung lebih banyak dirumah.
Melihat minat baca saya yang mulai tumbuh ibu terus membawakan buku-buku cerita setiap hari hingga saya lupa tuk mengingat satu-persatu judul buku itu. Mulai yang murni cerita anak, dongeng, cerita bergambar. Hingga minat baca itu sudah terlewat buas. Sehingga tuk meredamnya saya berusaha membaca sesuatu yang lain. Karena minat baca ini tidak pernah mau tuk membaca dua kali satu literature yang sama. Saya melahap habis majalah langganan ibu dulu. KARTINI. Saya mencoba memecahkan teka-teki TTS silang disetiap Koran yang bapak beli. Minat baca ini semakin buas.
Ketika pindah kekota saya dikenalkan dengan bacaan baru oleh seorang kawan. KOMIK mereka sering menyebutnya. Dan imbas komik ini lebih hebat lagi dalam mempengaruhi minat baca saya. Saya bisa menghabiskan 20-an seri komik dalam sehari bila sudah diletakkan dihadapan saya. Hal yang membuat orang tua saya sering memarahi saya karena kelewat lupa waktu. Komik pertama yang saya tammatkan yang memjadi pemicu saya tuk membaca komik lagi adalah komik berjudul KENJI. Dalam titik ini membaca tidak lagi menjadi sampingan dalam waktu keseharian saya. Membaca sudah seperti bagian dari rutinitas harian saya. Sehari tanpa membaca komik rasanya ada yang hilang. Ada sesuatu yang kurang yang akan mengganggu tidur saya. Hingga tammat SD komik selalu mengisi hari-hari saya. Entah apa yang kudapat dari membaca komik ini. Namun komik bukanlah bacaan yang sia-sia, komik adalah novel yang diceritakan dibantu dengan gambar, sehingga lebih mudah dipahami dan tidak perlu menghayal tuk menterjemahkan ceritanya. Karena dengan gambar hayalan itu lebih nyata dan lebih mudah dipahami. Kelebihan komik dalam hal ini adalah lebihmudh memahami ceritanya. Namun kekurangannya adalah mengurangi kreatifitas menghayal. Jangan salah menghayal dalam menuliskan ide ceita adalah factor terpenting tuk menulis. Menghayal adalah buah imajinasi untuk seorang penulis.
Karena hal itu mulai kusadari maka sedikit demi sedikit mulai kukurangi membaca komik ini, entah sudah berapa judul kuhabiskan dalam membaca komik ini. Bahkan buku komik sudah saya masukkan dalam kardus besar tidak pernah kujumpakan dengan mataku agar minat membaca komik itu segera pupus dan tergantikan dengan yang lain.

Ketika SMP saya tergabung dalam sebuah organisasi kepemudaan Islam, IRM begitulah yang saya tahu. Ikatan Remaja Muhammadiyah, bisa dibilang anakan atau kader masa depan dari ormas Muhammadiyah. Kader yang dididik dan dipersiapkan tuk kelak mengisi kursi Muhammadiyah. Muhammadiyah disini yang saya maksud adalah ormas, organisasi masyarakat. Bukan aliran atau. Fiqroh bukan firqoh. Sangat jauh beda dan maknanya. Muhammadiyah adalah wadah yang dibuat oleh para cendikiawan tuk menampung pemikiran dan pemahaman untuk membangun mental dan fundamentalis masyarakat. Bukan aliran salah satu cabang dari Islam. Seperti halnya NU. Dan saya aktif di organisasi dengan menjadi bagiannya dalam ikatan IRM.
Kenapa saya bercerita itu? Karena dari situlah saya mengenal buku-buku dan literature islam. Awal mula saya menggandrungi buku fiqh, sirrah, tafsir dan yang lain adalah dari keaktifan saya dalam organisasi kepemudaan itu. Disamping saya juga lebih mengenal persahabatan dalam ukhuwah. Keindahan silaturahim dalam islam, kebahagiaan hidup berjamaah dan rangkaian kegiatan muhasabah dan pendekatan diri kepada Yang Maha Menciptakan.
Ketika masih aktif dalam organisasi ini saya begitu mendalami Muhammadiyah melalui buku-buku dan literaturnya. Saya membaca profil beberapa tokohnya, mulai dari Ahmad Dahlan, Amin Rais, Syafi`I Maarif, Din Syamsudin dan banyak lagi tokoh yang lain. Hingga pernah juga membaca profil tokoh yang lain seperti Abdurrahman Wahid, Nurkholis majid dan Emha Ainun Nadjib. Pokoknya ketika masih SMP ketertarikan saya membaca adalah dalam hal membaca Profil biographi tokoh dan perjalanan hidupnya. Dari situ mungkin banyak yang saya dapat. Tentang mempelajari pengalaman hidup, meniru sikap dan cara terbaik menentukan keputusan yang diambil berdasar pandangan para tokoh itu. Buku yang begitu mempengaruhi hidup saya waktu itu diantara banyak buku yang saya baca. Adalah biographi pak Ahmad Dahlan Pencetus gagasan Muhammadiyah. Seorang anak yang kemudian tumbuh menjadi ulama besar. Dengan pemikiran luar biasa dijamannya. Sayangnya saya tidak pernah dapat memiliki buku itu, karena saya meminjamnya dari seorang ustadz, saya numpang membaca di perpustakaan pribadinya. Dan ketika saya mencari dipasaran buku itu tidak pernah ada yang tahu rimbanya.

Ketika menginjak jenjang SMU saya diberi kebebasan oleh orang tua memilih sendiri sekolah, disamping karena nilai NEM saya juga Alhamdulillah diatas rata-rata. Pilihan saya jatuh ke sekolah kejuruan negeri. Dan saya memilih Elektro Komunikasi sebagai jurusan yang saya ambil, disamping alasan bahwa saya takut orang tua tidak mampu membiayai ketika saya mendapat berita bahwa di sekolah unggulan dikota saya menerima siswa yang nilai NEM nya diatas 40 tanpa test waktu itu. Disamping itu saya melihat pergaulan disekolah itu kurang sehat walau ketika saya masuk di sekolah kejuruan saya itu ternyata pergaulan juga lebih tidak sehat. Namun pola pergaulan di sekolah saya masih bisa saya ikuti dan bila ada sisi negatif sebisa mungkin saya hindari. Toh tidak menutup kemungkinan disetiap aspek pergaulan pasti ada sisi positif dan sisi negatifnya. Di jenjang umur itu saya bisa dikatakan sudah sebagai remaja tanggung yang mudah terombang-ambing oleh banyak pemikiran. Namun saya sangat bersyukur karena pengalaman say di organisasi masih berlanjut dan disinilah dampak dari keorganisasian itu. Saya sudah bisa dengan tegas menentukan kearah mana hidup saya akan berjalan, saya sudah bisa menentukan keputusanyang mantap disaat remaja tanggung seumuran saya masih limbung oleh arus pergaulan. Disaat para ABG masih berusaha mencari ujung pangkal dari jati dirinya, berkat keorganisasian diumur itu saya sudah mulai membentuk jati diri saya.
Buku juga salah satu barometer keberhasilan itu, cakrawala berpikir semakin luas. Sebab akibat semakin dipahami. Hukum kausal yang berlaku akan terus berlaku, dan buku-buku yang selama ini saya baca membuat saya semakin lapar akan buku. Ketika pergaulan mengharuskan saya untuk semakin luas menelaah, maka buku adalah sarana yang tepat tuk mengisi hasanah keilmuan itu, disamping petuah dan halaqoh yang harus didatangi. Namun anehnya, minat baca itu semakin udzur, semakin tergusur oleh kesibukan bergaul. Minat baca itu entah kenapa hilang dengan sendirinya. Selama 3 tahun saya mengecap bangku STM bahkan tak satu buku pun kubaca. Aneh memang setelah sebelumnya rasa haus akan buku itu begitu menggebu tiba-tiba hilang tanpa bekas.
Saya menemukan jawaban akan keenggana saya dibuku itu ketika saya menyadari rutinitas saya berubah. Saya menjadi seorang atlit amatir. Olahragawan seukuran kampung atau sekolah. Saya ikut sebuah klub sepakbola setempat, saya menjadi tim inti di tim sepakbola sekolah, saya menjadi anggota tak tergantikan dalam tim bola basket sekolah, dan saya adalah seorang sabuk biru dalam institusi INKAI. Karateka yang digembleng melalui sebuah wadah institute resmi. Saya menemukan jawaban itu. Selama 3 tahun saya begitu gigih membentuk badan dan mental saya melalui kegiatan olah raga. Olah raga yang tergolong berat hingga semua harus berakhir diatas meja operasi. Karena semangat berolahraga yang membumbung saya tidak memperhitungkan kekuatan tubuh saya. Semangat mengalahkan batas maksimum ketahana tubuh. Akhirnya otot utama penyambung antara hernia dan buah zakar mengalami gangguan ini yang dalam olah raga sering terjadi, musuh yang sangat ditakuti olahragwan profesional karena akan membunuh karirnya, yang saya syukuri adalah saya tidak berkarir didalam olah raga. Saya hanya menyalurkan hobi. 2 musuh utama itu, yaitu: cedera dan hernia. Dan saya harus menyadari tubuh saya tidak sanggup menahan hernia itu dan kemudian saya harus istirahat panjang. Namun syukurlah itu baru awal sehingga hanya satu otot yang harus diputus karena sudah menjadi gejala varicocel.
Dalam sesaat bukan buku yang mempengaruhi hidup saya, olah raga menyetir hidup saya dalam 3 tahun terakhir. Hingga kemudian saya harus melakukan perjalanan menempuh pendidikan di pulau seberang. Namun setelah perjalanan itulah kemudian buku kembali masuk dalam kehidupan sehari-hari saya. Buku yang akan mengubah drastis semua. Bukulah yang menjadikan saya seorang bapak kini. Buku yang begitu hidup hingga saya berani mengambil keputusan terbesar dalam hidup. Buku yang mengobarkan semangat melewati mitsaqon gholidzoh.

Dalam sekejab kehidupanku berubah drastis, kini tidak ada lagi orang tua tempat saya mengadu. Di negeri rantau ini kehidupanku benar-benar menemui titik balik. Didikan orang tua, gemblengan organisasi, ajaran para ustadz dan berbagai bacaan dan literatur yang pernah kubaca harus saya pakai baik-baik. Betapa bersyukurnya saya ketika tahu bahwa didikan orang tua benar-benar berdampak kini, betapa pengalaman diorganisasi mendidik saya menjadi jiwa yang mandiri dan ulet. Dan berbagai bacaan yang pernah saya baca sangat membantu saya dalam mengenali sifat dan karakter berbagai macam orang yang saya temui. Berpikir positif dan bertindak dewasa karya norman vincent peale salah satu buku yang paling saya ingat yang setidaknya memberikan pelajaran bahwa menyikapi setiap karakter manusia itu berbeda-beda. Menjadikan itu sebuah seni. Seni dalam bergaul seni dalam menyelami lingkungan dan hidup didalamnya. Tanpa friksi dan gesekan. Peale adalah seorang pastur Nasrani, namun bukan itu yang menjadi penyebab saya membaca bukunya dan yang saya fahami peale tidak memasukkan unsur agama dalam karyanya itu. Buku memberikan wawasan tentang bagaimana mengenali sifat dan karakter setiap individu dan bagaiman menyikapi sifat dan karakter itu sebaik-baiknya. Dan peale menjelaskan berdasar keahlian ilmunya dalam hal psikologi dan pengalamannya dalam berbagai riset dan percobaan. Bukan, buku ini bukan mempengaruhi saya, buku ini memberikan cakrawala berpikir dan bertindak berdasar kehidupan sehari-hari manusia. Sehingga apapun yang ditulis didalamnya sangat jauh dari intervensi agama.

Teddy seingat yang ada dalam memory saya, begitulah namanya. Teman seangkatan ketika di prodip anggaran di palembang, teman satu kamar kost. Seorang ikhwan yang taat, penghuni masjid terdekat. Yang paling saya ingat adalah aroma tubuhnya yang selalu wangi dan wajahnya yang teduh dan hangat murah senyum. Dia memberikan saya sebuah buku yang akan saya ingat sampai sekarang. Ihya` Ulumuddin karya imam Al-ghazali buku tentang penjelasan dan pengejawantahan fiqh. Mulai dari bab pertama tentang Thaharah sampai bab terakhir tentang musik dan suara. InsyaAllah buku itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan pemahaman tentang Islam dan pelaksanaan ibadahanya bagi saya pribadi. Memberikan wawasan keislaman yang luas, memberikan patokan penyambung ilmu dari Rasulullah langsung kepada pemahaman saya melalui sebuah kitab. Dimulai dari ketaatan teddy yang saya saksikan betul ibadahnya hingga sampai ke kitab Alghazali itu. Titik tolak pemahamanku tentang islam semakin meningkat. Diirngi dengan kesadaran untuk beribadah lebih giat dan lebih taat. Dalam hal ini kitab ihya` ulumuddin itu benar-benar menggugah keimanan dalam hati ini yang semakin rapuh memberikan mutiara-mutiara baru untuk lebih dekat kepadanya. Dimulai dari halaman satu kitab itu mulai kusentuh lagi Alquran yang sudah lama tak kubuka. Debunya hampir-hampir menutupi hati ini.
Nah sesuai dengan apa yang saya tuliskan diatas tentang sebuah buku yang akan menjadikan saya seorang bapak, berawala dari sebuah buku.mmhh.. seingat saya ada 2 buah buku. Bermula ketika ghiroh tuk segera menikah itu mulai muncul. Desakan dari dalam hati bhawa dengan bergaji dan tanpa menikah saya takut tuk membuka pintu zina. Dimulai dari kesadaran itu maka ghiroh itu semakin menggebu tuk segera meminang seorang gadis dan kujadikan pengelola keuanganku. Begitulah sejujurnya awal niatan pernikahan itu disamping keenggananku tuk mendekati maksiat. Sebuah cita-cita naif dari seorang mantan begajulan. Namun alangkah hebat dampak niat itu. Segala daya dan upaya saya kerahkan tuk membuat diri ini menjadi lebih baik. Mulai dari mengikuti segala bentuk pengajian hingga membuka lebih banyak literatur islam. Menambah hasanah keilmuan dalam islam dan sampai menghindari sebanyak dan sekuat tenaga berbagai macam maksiat. Hingga........
Hingga saya berkenalan dengan seorang akhwat dalam chatting di DJP. Kala itu saya masih belum menikah namun saya sudah memiliki seorang target. Akhwat itu jauh lebih tua umurnya dari saya juga masih sendiri. Kami sering chattting karena berasal dari satu daerah kami menjadi akrab. Akhwat itu seperti yangs aya tangkap dalam chatting adalah sosok akhwat yang taat. Saya mengetahui dari caranya bicara dan muatan yang dibicarakannya.berisi dan begitu banyak pengetahuan yang bisa diambil. Jadilah saya belajar ke akhwat tersebut. Dan suatu ketika, akhwat tersebut mengetahui bahwa saya sudah memiliki target namun masih belum berani meminangnya. Akhwat tersebut serta merta memberikan saya 2 pilihan, tinggalkan akhwat target saya itu atau nikahi dia. Sembari 3 hari kemudian datang sebuah judul buku yang dikirimkan tuk saya. Indahnya pacaran setelah menikah buku yang sangat terkenal dikalangan kader dakwah ungkapnya, habiskan dan buatlah keputusan!, ucap akhwat yang sudah kuanggap kakak sendiri tersebut. Ditambah saya mendapat referensi sebuah buku berjudul Kupinang engkau dengan Hamdallah semakin menguatkan ghirohku tuk menikahinya sesegera mungkin. Meninggalkan pintu zina yang semakin terbuka lebar.
Dan kemudian saya menyarankan ke semua kader dakwah yang masih takut atau ragu-ragu tuk segera menikah, bacalah dua buku itu. InsyaAllah anda akan dibuat malu karenanya. Malu terhadap diri sendiri, malu terhadap orang tua dan terutama malu terhadap pemberi contoh pertama tentang pernikahan itu sendiri. Uswatun hasannah Nabi Muhammad saw.

Disamping buku-buku yang pernah mempengaruhi, atau memberikan wawasan atau hanya sekedar saya baca iseng diatas. Tak kalah hebatnya manfaat buku itu adalah sebagai memory terpendam kita akan begitu banyaknya hasanah ilmu yang diciptakan Allah didunia ini. Hanya 1% ilmu Allah yang diturunkan didunia ini. Namun otak kita hanya mampu menangkap 1% nya saja dari ilmu Allah yang diturunkan itu. Bayangkan betapa hebatnya ilmu sebenarnya yang masih belum diturunkan Allah. Oleh karena itu saya selalu teringat akan perkataan ustadz yang saya baca bukunya di perpustakaan pribadinya dulu. Semakin saya mempelajari ilmu semakin saya dibuat bodoh karenanya. Memang benar adanya semakin kita tahu maka semakin kita dibuatnya tidak tahu. Semakin padi berisi akan semakin dia menunduk begitulah kiranya seharusnya para cendikiawan bertindak dan bersikap.
Buku adalah salah satu literatur dari berbagai cara ilmu itu dicetak dan diperbanyak untuk kemudian dibagi dan disebarkan. Saya menganggap buku lebih otentik sehingga saya lebih tertarik tuk membaca dan mengumpulkannya disamping begitu banyak media dan literatur yang kini tersedia. Masih banyak judul buku yang belum saya sebutkan diatas seperti Sophie`s Verden karya Jostein Gaarder, Jibril belum pensiun karya Emha Ainun Nadjib, Saksikan Bahwa Saya Seorang Muslim, Sayalah setan, Karakteristik Lelaki Shalih, Fiqh Prioritas, Kumpulan Fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah jilid 1-5 dan yang lain yang terkumpul dirak buku saya yang begitu banyak memberikan wawasan dan pengaruh dalam cara berpikir cara bertindak dan kecenderungan dalam menentukan keputusan dalam hidup saya yang mau tak mau dan tak bsia saya ingkari telah mengubah jalan hidup saya.

Apa yang saya tulis diatas adalah sebuah perjalanan hidup saya yang teramat singkatnya berkenaan dengan buku-buku yang masih bisa saya ingat, saya tidak memakai nara sumber, atau media acuan dalam menulisnya. Murni apa yang tertuang tanpa lebih dan kurang. Tiada motivasi lain dalam menulis sebuah perjalanan hidup ini kecuali adalah seorang sahabat yang tak pernah kutahu wajahnya diseberang sana nun jauh yang pernah singgah di blogspot saya dan meninggalkan jejak dua kata Wahid Nugroho. Tiada motivasi lain, selain rasa ketertarikan tuk saling mengenal lebih jauh. Buku yang diimingkan pun bukanlah motivasi utama saya. Silahkan bagi saudara lain yang berkenan dengan buku itu untuk memilikinya. Dan apabila ada dari buku diatas yang bisa menjadi refernsi untuk saudara saya itu adalah bukan suatu alasan yang naif bila saya menganggap tulisan saya ini sudah bermanfaat bagi orang lain.
Setidaknya itulah yang bisa saya tangkap dari diadakannya sayembara itu. Ketika menghabiskan novel Hafalan Shalat Delisa saya menangkap apa makna inti dari novel itu. ”bukan karena hadiah saya beribadah” dan bukan karena iming-iming buku saya berusaha membahagiakan anda.
Bandar Lampung, 05 Februari 2008
-tuk dibaca sahabatku, bukan demi sebuah hadiah-with respect from my heart-




Add to Technorati Favorites